Rabu, 30 November 2011

POLA ASUH PADA ANAK KELUARGA PEDAGANG



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Keluarga merupakan unit sosial terkecil dari masyarakat dan merupakan kelompok sosial yang pertama dan utama dalam kehidupan manusia dimana individu belajar dan menyatakan dirinya sebagai manusia sosial di dalam hubungan dalam kelompoknya. Suatu ikatan keluarga di tandai atau di dahului oleh suatu perkawinan, karena perkawinanmerupakan syarat mutlak terbentuknya suatu keluarga. Menurut UU no:1 tahun 1974 dalam Walgito (2002) perkawinan yaitu suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Keluarga terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang belum menikah dan tinggal dalam satu rumah. Fektor mengapa individu itu membentuk keluarga adalah mengharapkan anak atau keturunan, tetapi bukan hanya faktor tersebut. Disamping itu menurut Suwardiman (1989) ada faktor-faktor lain yang menyebabkan terbentuknya keluarga yaitu:
1.      Untuk memenuhi kebutuhan biologis atau kebutuhan seks.
2.      Untuk memenuhi kebutuhan sosial, status, penghargaan dan sebagainya.
3.      Untuk pembagian tugas misal mendidik anak, mencari nafkah dan sebagainya.
4.      Demi hari tua kelak yaitu pemeliharaan di hari tua artinya setelah anak dewasa anak berkewajiban untuk memberikan kasih sayang kepada orang tua.
Pada dasarnya pemenuhan kebutuhan tersebut dalam sebuah keluarga sangat penting bagi terciptanya kel;uatga yang bahagian dan sejahtera.
Masyarakat masih menempatkan seorang suami sebagai subjek, sebagai kepala keluarga, dan mencari nafkah. Sedangkan istri berada di pekerjaan domestik yang mengurus rumah tangga dan mengurus anak-anak. Pembagian secara seksual memperjelas fungsi suami dan istri dalam keluarga inti sehingga memberikan rasa tenang bagi keduanya (Parsons dalam Budiman, 1985:16)
Seorang wanita sebagai ibu rumah tangga mempunyai tugas pokok yaitu pemeliharaan rumah tangga beserta anak-anaknya. Dan sebagian besar kalangan masyarakat masih menganggap bahwa seorang istri hanya sekedar memiliki tiga fungsi yaitu: masak (memasak), manak (melahirkan anak), dan macak (berhias) atau hanya mempunyai tugas dapur, sumur, dan kasur (Notopuro, 1984:45). Dengan adanya stereotipe ini wanita atau istri identik dengan pekerjaan rumah dan peluang untuk bekerja di luar rumah atau publik peluangnya sangat terbatas untuk bisa menempati tempat itu.
Anggapan umum masyarakat bahwa seorang istri dianggap tabu apabila terlalu sering keluar rumah tanpa memperhatikan alasan mengapa dan untuk apa hal itu dilakukan sudah di abaikan oleh ekbanyakan masyarakat Desa Pengempon. Tetapi pada kenyataannyaterutama dalam keluarga prasejahtera banyak istrii na yang ikut menjadi pencari nafkah tambahan bagi keluarganya sehingga seorang istri tidak hanya berperan dalam sektor domesrik, tetapi juga dalam sektor publik. Hal ini dikarenakan pekerjaan suami hanya bekerja disektor infornal seperti petani, buruh tani, buruh bangunan, tukang kayu, pedagang dan laiin-lain. Maka di sini istri ikut bekerja untuk menambah hasil untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
Keluarga sebagai satu dari tri pusat pendidikan bertugas membentuk kebiasaan-kebiasaan yang positif sebagai pondasi yang kuat dalam pendidikan informal. Anak-anak akan mengikuti  dan menyesuaikan diri bersama keteladanan orang tuanya. Dengan demikian anak terjadi sosialisaso positif dalam keluarga (Bunawan,2000:45). Fungsi keluarga juga berfungsi sebagai sarana pewarisan budaya dapat berkurang apabila hubungan orang tua dengan anak tidak lagi mendalam karena berbagai tuntutan dan kebutuhan hidup sehingga peranan keluarga dalam membina kepribadian anak menjadi sangat mundur, tugas keluarga memberikan dasar-dasar pendidikan kebiasaan menjadi sangat dangkal. Akibatnya perkembangan kepribadian anak terperoleh oleh hal-hal yang berasal dari luar keluarga yang dapat bersifat negatif.
Anak menurut UU No. 39 1999, tentang Hak Asasi Manusia adalah setiap manusia yang berusia dibawah delapan belas tahun dan belum menikah. Termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Pekerjaan informal merupakan pekerjaan yang tidak formal muncul dengan sendirinya tidak dari lembaga-lembaga, pekerjaan ini muncul apabila ada kebutuhan di sini jenis pekerjaan hanya bagi orang yang mempunyai skill tertentu. Macam-macam jenis pekerjaan yang informal adalah sebagai petani, buruh tani, buruh bangunan, tukang kayu dan sebagainya, karena jumlah gaji yang didapat dari pekerjaan ini sangat sedikit yang hanya pas ibaratnya hanya untuk makan saja, maka peran istri sendiri rasanya ingin membantu perekonomian keluarga dengan cara ia bekerja diruang publik seperti; buruh pabrik genteng, buruh rumah tangga. Akibatnya istri mempunyai peran ganda atau Double Bourden antara ia harus mengurus bidangnya yang ada di ruang domestik tetapi ia  juga ikut dalam ruang publik, waktu yang panjang bagi perempuan.
Pada saat bekerja sering pula mereka membawa anak-anak mereka yang terpaksa ia lakukan karena tidak ada yang mengasuh ketika anak dirumah. Anak yang sudah cukup besarkadangkala iadi ajak untuk  bekerja. Cara mengasuh dan mendidik anak yang demikian menjadikan anak pekerja informal menjadi malas untuk sekolah. Ia lebih senang bekerja daripada sekolah karena mendapatkan uang untuk membantu orang tua dan jajan. Sementara sekolah hanya menghabiskan uang saja, di samping itu ia akan mengikuti jejek orang tuanya dalam hal pekerjaan.
Di sisi lain anak-anak yang masih kecil atau balita juga diajak orang tua mereka untuk bekerja. Di sini anak-anak di gendong oleh ibu berjam–jam supaya tidak mengganggu pekerjaan. Hal ini tanpa di sadari akan mempengruhi mentald anak. Hal ini berbeda dengan orang tua yang memberikan mainan untuk anak dimana anak mempunyai kesempatan untuk berfikir mendapat rangsangan sehingga anak menjadi cepat untuk belajar.
Kebiasaan mendidik anak dengan cara tradisional ini banyak di temukan di Desa Pengempon yang mayoritas masyarakatnya bekerja pada sektor informal dan peran istri untuk bekerja di luar domestik dan sudah banyak dilakukan oleh istri untuk bisa mendapatkan tambahan hasil bagi keluarganya.
Dari uraian latar belakang yang sudah ada maka disini di ambil sebuah judul POLA ASUH ANAK PADA KELUARGA “PEREMPUAN BEKERJA DIRUANG PUBLIK”. (Studi Kasus Desa Pengempon Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen)

1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasan latar belakang yang sudah dijelaskan maka permasalahan yang timbul yaitu;
1.      Bagaimana pembagian peran antara suami dan istri dalam mengasuh anak?
2.      Apa yang melatar belakangi seorang istri bekerja di ranah publlik?
3.      Bagaimana kendala yang dihadapi oleh keluarga yang semua orang tuanya bekerja terhadap pola asuh anak?
4.      Bagaimana peran istri sebagai tenaga kerja dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga?
1.3 TUJUAN
Dari latar belekang dan rumusan masalah dapat diambil sebuah tujuan penelirian yaitu;
1.      Mengetahui peran-peran apa saja antara suami dan istri dalam mengasuh anak.
2.      Mengetahui latar belakang istri yang bekerja di ruang publik.
3.      Mengetahui kendala yang dihadapi oleh keluarga yang semua anggota keluarga bekerja terhadap pola asuh anak.
4.      Mengetahui peranan istri dalam meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
1.4 MANFAAT
Manfaat yang dapat diambil dari penjelasan adalah;
1.      Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan acuan jika ada di adakan penelitian lanjutan.
2.      Penelitian ini dapat bermanfaat bagi kalangan mahasiswa dan siapa saja yaitu menambah wawasan, pengetahuan tentang perempuan bekerja diruang publik untuk kesejahteraan keluarga. Dan mengetahui bagaimana orang tua yang sama-sama bekerja terhadap pola asuh anak.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
2.1  TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan penelitian terdahulu yang di lakukan oleh Ristiana, eva (2006), menjelaskan tentang bagaimana orang tua keluarga buruh wanita di desa Klaling kebupaten kudus dalam mengasuh anak. Umumnya mereka mengasuh anak secara otoriter yang dimaksudkan supaya anak ada salah satu orang tua yang ditakuti oleh mereka sehingga menjadikan anak-anak lebih patuh dan gampang diatur oleh orang tua. Meski harus menggunakan ancaman-ancaman yang dapat membuat anak takut kepada orang tua. Seiring berkembangnya jaman peran dari perempuan buruh sudah banyak mengalami pergeseran yang semula hanya menjadi ibu rumah tangga sekarang perannya justru semakin bertambah berat yaitu sebagai pencari nafkah tambahan, pendamping suami, sebagai pendidik. Selain itu mereka tidak boleh melupakan kodratnya yaitu sebagai ibu. Serepot apapun pekerjaan yang mereka lakukan anak tetap dalam perhatian istri atau ibu. Yang dikarenakan suami yang sibuk bekerja sehingga semua urusan tentang anak dilimpahkan kepada istri, meski istri sendiri cukup kerepotan dalam mengasuh dan mendidik anak.
Hal yang berbeda justru pada penelitian yang dilakukan oleh Rafik, akbar (2006) mengenai pola pengasuhan anak dengan lokasi yang berbeda pula, yaitu pada daerah Badakarya, Banjar Negara ia mengambil tema mengenai pola pengasuhan anak pada keluarga tani yang ini lebih cenderungpermisif dan demokratis. Di mana anak di beri kesempatan untuk mengembangkan dirinya dan dapat bergaul dengan teman sebaya nemun masih dalam pengawasan orang tua, orang tua tetap mengawasi anak-anaknya. Tetapi anak-anak dibiarkan saja (permisif) hal ini dilakukan pada umumnya disebabkan karena orang tua yang sama-sama bekerja di sawah terutama pada musim panen. Dalam pembagian kerja pada keluarga petani di desa badakraya di dasarkan pada pembagian jenis kelamin. Di sini kaum laki-laki di tekankan pada sektor publik lain halnya dengan kaum perempuan yang lebih ditekankan pada sektor domestik atau formal, akan tetapi kedangkala karena keadaan ekonomi yang terbatas maka istri harus membantu pekerjaan suami di sawah.
Lain halnya dengan penelitian yang di lakukan oleh Suroto (2009) pola asuh anak pada keluarga pedagang di pasar Johar Semarang. Pola yang di gunakan adalah pola demokratis yang disini menggunakan pola yang saling terbuka antara orang tua dan anak tidak ada unsur paksaan, bahkan di sini membentuk kepribadian yang mandiri dan mengikuti jejak orang tuanya yaitu sebagai pedagang, walaupun tidak berdagang di tempat yang sama dengan orang tua mereka, namun mengembangkan keterampilan dalam berusaha.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa penelitian-penelitian sebelumnya berbeda dengan yang akan di  kaji selain lokasi yang berbeda dan ditambah pula dengan objek penelitian yang berbeda pula. Jika penelitiuan sebelumnya menggunakan keluarga buruh perempuan dan keluarga petani sebagai subjek penelitian. Sementara itu penelitian yang sedng di dalami justru meneliti keluarga yang istrinya bekerja sebagai buruh pabrik genteng di kabupaten Kebumen. Karena peneliti merasa tertarik untuk mengkajinya lebih dalam
1.       SOSIALISASI
Sosialisasi adalah proses belajar anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan mesyarakat di lingkungannya. Di sini diharapkan supaya mengerti kondisi sosial masyarakat terhadap lingkungannya.
Setiyap individu tidak lepas dari yang namanya sosialisai. Sosialisasi berguna untuk memperkenalkan keadaan luar dengan perbedaan kita, dan  orang lain juga  mengerti tentang kita dan kita juga bias mengerti apa yang ada dalam masyarakat umumnya, karena di dalam masyarakat terdapat berbagai norma-norma, adat untuk mengatur masyarakatnya supaya kita tidak salah dalam berinteraksi dengan masyarakat yang ada.
Pengertian sosialisasi menurut Berger (dalam Sunarto,1993:27) mendefinisikan sosalisasi sebagai a process by which a child to be a participant member of society suatu proses melelui mana seseorang anak menjadi seseorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Disini jelas setiap orang tua akan memepersiapkan anak-anaknya unyuk bias diterima dalam masyarakat. Mead juga menggambarkan bahwa pada tahap sosialisasi, interaksi seorang anak biasanya terbatas pada sejumlah kecil orang lain, biasanya keluarganya yang terdiri dari ayah dan ibu (Ahmadi,1991:28) namun dengan adannya seperti ini yang berlebihan akan cenderung pada diri anak yang tidak mendiri atau bias sering disebut dengan anak manja, didini anak sangat manja sekali tidak mau berusaha sendiri selagi ada yang bisa dimintai tolong pasti ia akan meminta tolong walaupun masalah yang dihadapi sangat ringan. Daniel Golman mengitip pemnelitian kagan (dalam Friel,2002;28) tentang anak-anak yang mempunyai sikap penekut bwaan. Maka di sini peran orang tua merasa ingin melindungi dari apa yang di takuti oleh anaknya saat itu juga, orang tua berusaha supaya si anak bisa berani melihat dunia, dan masa depan. Apabila dibiarkan rasa takut yang ditimbulkan ia terus memiliki sikap negative dalam memandang dunia, akibatnya anak tidak bias siterima oleh masyarakat, tidak bias menjadi bagian dari masyrakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar